KPU: Tanpa Izin Bahkan Tak Ada Konfirmasi
BANDARLAMPUNG-Ketua Komisi Pemilhan Umum (KPU) Kota Bandarlampung, Dedi Triadi menyesalkan adanya pamflet atau pun stiker yang isinya larangan bagi masyarakat untuk menerima atau membagikan uang/sembako. Pasalnya, pamflet yang beredar mencamtumkan logo KPU. Namun, tanpa izin bahkan tidak ada ajakan rapat dan konfirmasi terlebih dahulu.
Baca Juga
“Kita keberatan, karena tidak pernah diajak bicara dan izin ke KPU. Kalau isi pamfletnya mencantumkan pasal atau dasar hukum sesuai dengan regulasi pengawasan itu ranah Bawaslu, jangan cantumkan logo KPU, karena ini pengertiannya berbeda nanti,” ujar Ketua Komisi Pemilhan Umum (KPU) Kota Bandarlampung, Dedi Triadi, Rabu (5/08/2020).
Menurutnya, pada saat Bawaslu propinsi Lampung, melakukan monev ke KPU Kota Bandarlampung, dalam rangka pengawasan verifikasi administrasi calon independen (caden) mereka juga keberatan logo Bawaslu dicantumkan dalam selebaran atau famplet tersebut. “Ya kalau soal selebaran atau famplet yang sudah beredar dimasyarakat tersebut, masing-masing lembaga punya kebijakan. Namun, kalau KPU kota tidak tahu soal selebaran ini dan tidak pernah diajak membahas materinya,” ungkapnya.
“Sekali lagi, kita tidak tahu dan tidak pernah diajak membahas pembuatan stiker atau famplet seperti ini. Kalau KPU sosialisasi terkait tahapan pemilu dan tidak ada dengan lembaga lain,” tegasnya.
Berbeda dengan Ketua Bawaslu Kota Bandarlampung, Chandrawansyah, jika pihaknya mengetahui selebaran atau famplet yang beredar tersebut. “Iya diketahui oleh Bawaslu. Namun, Bawaslu Kota Bandarlamoung, tidak pernah menghalang-halangi orang/lembaga untuk bersosialisasi tentang aturan pemilihan. Siapa tau rakyat Lampung juga ngebantu Bawaslu,” ujar Chandra.
Disinggung, apakah boleh bakal calon melakukan sosialisasi ke masyarakat saat ini? “Bawaslu tidak pernah melarang masyarakat yang akan mencalonkan diri untuk bersosialisasi di tengah masyarakat, tapi dengan mengedepankan etika berpolitik (tidak menjelek-jelekkan orang lain, membagikan sembako atau barang lainnya). Berikanlah pendidikan politik yangg santun dan menyejukkan di tengah masyarakat,” ungkapnya.
Bagaimana aturan sosialiasi, karena saat ini belum masuk tahapan? “Sampai saat ini belum ada calon, pendaftaran di tanggal 4-6 September dan penetapan di tanggal 23 September, di tanggal 23 itu sudah ada calon yang telah ditetapkan oleh KPU. Nanti ketika calon sudah ada, ketika ada yang berkampanye (mengajukan kepada pihak kepolisian dan diterbitkan STTP), maka ada unsur pidana bagi yang menghalang-halangi,” jelasnya.
Kembali disinggung, apakah yang membuat sriker atau pamfet adalah Bawaslu? “Ada Lambang KPU, Pemkot dan Bawaslu. Intinya sosialisasi yang memberikan pemahaman bahwa politik uang tidak diperbolehkan,” tandasnya.
Di lain sisi, Sekretaris DPC Partai Demokrat Kota Bandarlampung Hendra Mukrie mengatakan soal sriker atau pun pamflet yang beredar di masyarakat tersebut, pihaknya menyikapinya secara cermat. “Ya kalau menurut saya, kalau bagi-bagi sembako itu menggunakan uang APBD untuk kepentingan politik pencalonan calon ini yang gak bener, tapi kalau bagi-bagi dalam rangka membantu masyarakat di tengah wabah pandemi ini menurut saya, sah-sah saja. Masak orang mau beramal ke rakyat tidak boleh,” kata Hendra Mukrie.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Kota Bandarlampung ini menjelaskan, sebagai partai politik peserta pemilu, jelas Partai Demokrat akan taat dan patuh kepada Undang-Undang, namun mesti ada kejelasan dalam penerapannya. “Kalau soal stiker itu kita harus tau juga, siapa yang buat, kalau Bawaslu, ya jika sudah masuk tahapan pilkada jelas itu melanggar, tapi saat ini masih bekum ada penetapan calon dari KPU, masih semua bakal calon (balon),” pungkasnya. (ron)